Minggu, 31 Oktober 2010

REVIEW JURNAL TENTANG KELOMPOK

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah tentang Psikologi Kelompok. Dibuat sebagai tugas semester untuk menambah dan mengisi nilai tugas kami pada akhir semester. Makalah ini disusun berdasarkan informasi dan data yang kami dapat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dan dimanfaatkan sebagai sumber informasi.
Kami menyadari atas kekurang sempurnaan makalah ini. Suatu kehormatan apabila para pembaca yang budiman memberi saran dan kritik yang bersifat membangun.
Terima kasih.

Bekasi, Oktober 2010








JURNAL I
KONFLIK ANTAR SUKU DI INDONESIA

1. Yang Diteliti
Konflik antar suku yang terjadi di Indonesia

2. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang diperkaya juga oleh keanekaragaman kebudayaan. Keanekaragaman yang ada ditandai dengan tampaknya perbedaan suku bangsa atau etnis, budaya,bahasa, dan keyakinan agama. Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia menjadi satu dilemma yang cukup menantang sekaligus membanggakan. Pada satu sisi, kekayaan budaya dari berbagai etnis yang ada menjadi kemajemukan budaya yang bernilai tinggi,namun disisi lainnya pluralitas kultural tersebut memiliki potensi sebagai pemicu disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural sering kali menjadi salah satu pemicu munculnya konflik ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Konflik suku bangsa (etnis),agama, ras dan antar golongan (SARA) sebenarnya tidak murni karena hal tersebut dan pada dasarnya berawal dari hal-hal lain, baik karena ekonomi,ketidakadilan sosial, politik, salah paham, dan faktor lainnya. Munculnya konflik pribumi dan non-pribumi diawali dari perbedaan antara etnis setempat dengan etnis pendatang. Hal ini dialami Indonesia sejak masuknya masa kolonial Portugis, Spanyol dan Belanda. Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh J.S.Furnivall (1948). Furnivall merumuskan konsep masyarakat majemuk yang berasal dari temuan hasil penelitiannya di Indonesia. Menurutnya masyarakat Indonesia terbagi atas tiga lapisan:
1. Bangsa-bangsa Eropa menempati urutan teratas dalam stratifikasi masyarakat.
2. Bangsa-bangsa Asia (Cina, Arab, dan India) berada diurutan berikutnya.
3. Dan lapisan terbawah adalah kaum pribumi
Konsep masyarakat majemuk yang dirumuskan oleh Furnivall tersebut merujuk pada pengertian sebuah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain dalam kesatuan politik. Pada masa penelitian Furnivall, konsep masyarakat majemuk diteliti pada masa kolonial Belanda di Indonesia. pembauran yang terjadi sangat sulit sehingga kaum pendatang dalam hal ini kolonial Belanda lebih mendominasi dan lebih berkuasa. Dalam konsep masyarakat majemuk, J.S. Furnival melihat dari studi kasusnya di Indonesia bahwa masyarakat pribumi adalah masyarakat yang tertindas atau pada sistem stratifikasi sosial, merupakan lapisan masyarakat paling bawah. Masyarakat pribumi atau penduduk setempat asli daerah jajahan bangsa kolonial masyarakat yang menjadi lapisan terbawah pada saat itu dikarenakan masyarakat pribumi menjadi subjek dari penindasan bangsa Belanda. Mulai dari saat itu, saat pendatang memasuki daerah Indonesia, masyarakat Indonesia-lah yang disebut pribumi dan sebaliknya para pendatang disebut non-pribumi. J.S.Furnival membedakan bahwa diluar bangsa Indonesia adalah merupakan non-pribumi, yakni bangsa Eropa dan bangsa Asia yang terdapat di Indonesia seperti etnis Tionghoa, etnis India, etnis Arab, dan etnis lainnya yang masuk ke Indonesia. Di samping itu J.S. Furnival juga menggambarkan stratifikasi sosial ke dalam bentuk piramida sebagai berikut :
a. Lapisan atas, orang kulit putih, Belanda yang bekerja di perkebunan dan pemerintahan
b. Lapisan menengah, yaitu kelompok keturunan Asia atau Timur Asing,khususnya etnis Tionghoa yang menguasai perdagangan
c. Lapisan Menengah ke bawah, kaum priyayi, dan pamong praja
d. Lapisan bawah, yaitu rakyat atau penduduk pribumi.

Tampak jelas stratifikasi sosial yang terjadi dimana yang dimaksud masyarakat pribumi dan masyarakat non-pribumi. Hal ini tidak jauh dengan apa yang dimaksud dengan masyarakat pribumi pada masa modern yang pada dasarnya masyarakat pribumi adalah diluar dari etnis-etnis yang ada di Indonesia atau seperti yang dikategorikan diatas. Pada dasarnya istilah pribumi sendiri tidak diketahui lebih pasti kapan munculnya, yang pasti pada masa kolonial Belanda istilah pribumi dan non-pribumi telah akrab disebut pada masyarakat Indonesia pada masa itu. Ditinjau dari segi pengertian kamus Indonesia bahwa pribumi memiliki arti sebagai penghuni asli dari tempat keberadaan yang bersangkutan. Sedangkan non-pribumi berarti yang bukan pribumi atau penduduk asli suatu negara. Dari makna tersebut, pribumi berarti penduduk yang asli (lahir, tumbuh, dan berkembang) berasal dari tempat negara tersebut berada. Dalam hal ini terkait negara Indonesia, anak dari orang tua yang lahir dan berkembang di Indonesia adalah orang pribumi, meskipun sang kakek dan nenek adalah orang asing.
Ditinjau dari sudut pandang masyarakat Indonesia, pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia dari salah satu suku asli Indonesia. Sebaliknya yang disebut non-pribumi adalah kebalikan dari makna pribumi dan cenderung diklasifikasikan berdasarkan warna kulit mereka. Contoh dari objek yang dimaksud yaitu etnis Tionghoa, Arab, India, bangsa Eropa dan lain-lain. Penggolongan pribumi dan non-pribumi muncul sebagai akibat adanya perbedaan mendasar (diskriminasi) terutama pada perlakuan oleh penguasa rezim yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah pemerintahan otoriter, penjajah dan kroninya ataupun nasionalisme yang sempit. Contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia berketurunan Belanda akan mendapat pelayanan kelas wahid, sedangkan golongan pengusaha/pedagang mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan sebagai kelas rendah (“kasta sudra”). Masalah siapa yang pribumi dan non-pribumi selalu dipertanyakan ketika menyangkut etnis, dan ras. Hal tersebut juga menjadi pembatas untuk hak dan kewajiban yang pada akhirnya bertentangan dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia seperti yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945. Sadar atau tidak sadar bahwa sebenarnya semua penduduk Indonesia sekarang ini secara antropologis merupakan non-pribumi, dalam arti bukan asli dari Indonesia. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh antropolog senior Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Josef Glinka SVD, dalam seminar Man: Past, Present, and Future 2. Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa konflik muncul karena adanya perbedaan unsur SARA yang otomatis membuat cara pandang yang berbeda terhadap segala sesuatu. Tindakan yang timbul dari konflik tersebut pada akhirnya sampai pada tingkat tinggi, yaitu eksterminasi yang diaplikasikan seperti menghukum tanpa peradilan (lynching), pembunuhan massal yang terorganisasi (pogrom), pembunuhan besar-besaran (massacre) dan pemusnahan terhadap kelompok etnis tertentu (genocide).
Di Indonesia sendiri sendiri contoh dari peristiwa bentuk eksterminasi tersebut mungkin masih dapat di ingat kembali peristiwa Sanggau Ledo, Sambas, Sampit yang dikenal dengan konflik antar etnis Dayak/Melayu dengan Madura, kemudian adanya peristiwa Ambon dan Poso yang berlatar-belakangkan masalah agama dan peristiwa Mei 1998, yakni konflik paling ekstrim di mana konflik politik yang berimbas pada sentimen etnis Tionghoa dan peristiwa tersebut hampir saja menjadi peristiwa genocide ketiga di dunia. Hal ini merupakan perwujudan masyarakat multikultur secara sosiologis dan demografis. Setiap lapisan masyarakat membuat identitas mereka dan pada kondisi tertentu mereka akan menentukan ke dalam ingroup dan outgroup atau dalam arti luasnya menggolongkan bagi mereka siapa pribumi yang berhak atas tempat keberadaan mereka dan siapa non-pribumi sebagai pendatang. Hal ekstrim dalam suatu negara pun dapat terjadi berupa perpecahan atau disintegrasi.

3. Metode yang Digunakan
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Deskriptif, yaitu analisis masalah dengan pengumpulan data melalui Studi Pustaka (library research) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa cetak maupun media massa elektronik serta data-data tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian.

4. Pengujian
Hasil data diuji dengan menggunakan teori dari J.S. Furnival, Roger H. Soltau, Soepomo, Hegelian, Spinoza dan Adam Muller.

5. Hasil
Sebagai bangsa yang multietnis dengan berbagai kebudayaan yang dimiliki, kecenderungan adanya konflik antaretnis dapat menghancurkan cita-cita integritas nasional yang dicita-citakan oleh Indonesia sejak dari awal. Maurice Duverger menyatakan bahwa konflik dan integrasi bukan seharusnya dua kontradiktif di dalam politik, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Fungsi negara dan pemerintah dalam menjaga integritas nasional merupakan satu hal yang harus dijalankan oleh pemerintah. Hal ini dapat ditandai dengan jaminan bagi setiap warga negara baik mayoritas maupun minoritas. Disamping itu berdasarkan Undang-Undang RI setiap warga negara telah memberi jaminan namun tidak harus lepas tangan. Misalnya kepada etnis Tionghoa yang merupakan salah satu etnis yang dimiliki Indonesia cenderung masih ragu dalam melaksanakan hak politik mereka. Rendahnya tingkat partisipasi aktif politik mereka disetiap wilayah menjadi bukti. Disamping itu setiap pengurusan bidang administrasi masih ada pemisahan yang dilakukan oleh birokrasi, dalam hal partisiapasi politik masih adanya streotip pribumi dan non-pribumi yang selalu mengenai etnis Tionghoa. Dalam hal ini pemerintah perlu mengkaji kembali cita-cita integrasi nasional yang terdahulu. Masalah seperti ini dapat menjadi pemicu terciptanya disintegrasi nasional.














JURNAL II
PEMBELAJARAN SENI TARI BAGI SISWA TUNA RUNGU

1. Yang Diteliti
Cara guru mengajarkan seni tari kepada siswa tuna rungu.

2. Latar Belakang
Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan itu tidak dibeda-bedakan menurut jenis kelamin, status sosial, letak geografis, agama, dan keadaan fisik dan mental seseorang. Anak berkelainan meskipun dalam jumlah yang sedikit, mempunyai hak yang sama pula untuk memperoleh pendidikan guna meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan lulusan sekolah dasar. Pendidikan anak berkelainan dikelola oleh sekolah-sekolah luar biasa yang disesuaikan dengan jenis kelamin. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental, agar mampu mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja. Tuna rungu merupakan salah satu dari sekian anak berkelainan yaitu mereka yang kehilangan daya pendengarannya. Akibat kehilangan daya pendengarannya ini, maka anak tuna rungu mengalami kesulitan dan hambatan dalam bersosialisasi di masyarakat. Pendengaran merupakan indera yang dipergunakan oleh anak yang berkembang secara normal untuk mengasimilasi pola-pola komunikasi dari masyarakat sebagai komunitas bahasanya.
Kekurangan dalam indera pendengaran dan ketiadaan pendidikan kompensatoris (pengganti) akan menyebabkan seorang anak yang tumbuh tuli secara bisu, tidak mampu berperan secara independent dalam masyarakat dewasa. Dengan memberikan pendidikan seseorang tuna rungu dapat menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat pula berfungsi dengan sukses sebagai individu yang independent atau mandiri. SLB (sekolah luar biasa) Bagaskara Sragen merupakan salah satu sekolah luar biasa bagian B, yang ada di Sragen yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak-anak tuna rungu atau tuli. SLB Bagaskara Sragen diperuntukkan untuk anak-anak baik putra maupun putri yang memiliki kelainan atau kecacatan (tuna rungu) dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah umum. Program pengajaran di SLB Bagaskara Sragen mengacu pada kurikulum, isi mana materi pembelajarannya tidak jauh berbeda dan diupayakan sama dengan materi pembelajaran di sekolah dasar biasa. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu dimodifikasikan seperti yang menyangkut teknik penyampaian materi pelajaran, serta metode mengajar yang digunakan oleh tenaga pengajar.
Proses belajar mengajar pada anak tuna rungu berbeda dengan kelas anak-anak normal, karena anak cacat (tuna rungu) perlu cara khusus dalam mengajar dan mendidik, biasanya dalam bentuk kelas kecil. Seorang guru hanya berhadapan dengan 4-10 orang anak supaya guru lebih berkonsentrasi dan terarah, sebab anak-anak cacat tuna rungu memerlukan perhatian khusus. Seni tari merupakan salah satu pelajaran yang diberikan dari berbagai pelajaran yang ada di SLB Bagaskara Sragen. Dengan adanya pelajaran seni tari yang diberikan, diharapkan siswa SLB Bagaskara senang dalam pelajaran kesenian dan dapat mendukung pelajaran umum diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan keadaan fisik peserta didik. Dalam pemberian materi ataupun praktik seni tari dipilih tarian yang sederhana atau ragam geraknya tidak terlalu sulit dan banyak pengulangan supaya anak dapat dengan mudah mengingat dan menghafal. Mengingat keterbatasan mental dan fisik tersebut, maka materi yang diberikan pada anak-anak tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen cenderung pada tari kreasi sebagai contoh tari Merak, Kelinci, Piring dan tidak menutup kemungkinan sesekali diberikan tari klasik misal Bondan Tani.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari di SLB Bagaskara Sragen bisa berjalan dengan baik, hal ini karena didukung dengan sikap siswa yang sangat antusias dalam belajar, ketertiban dalam mengikuti pelajaran, selain itu juga faktor utama dari guru yang bisa menerapkan metode yang tepat bagi siswa tuna rungu. Wujud kongkret keberhasilan ini adalah mengadakan pentas setiap acara perpisahan dan bila ada kunjungan dari pemerintah yang sifatnya resmi. Keberhasilan dalam pembelajaran tari didukung dengan adanya bakat serta kemauan siswa dalam bidang tari. Kemampuan anak dalam melakukan gerak tari tidak kalah dengan anak-anak normal pada umumnya misalnya: keluwesan, kelincahan, hafalan hanya mereka terhambat dalam pendengaran yaitu iringan tari. Namun demikian Materi seni tari yang proses pembelajaran tari di SLB Bagaskara Sragen adalah berhasil, karena meskipun anak cacat dapat menguasai sebagaimana anak yang normal.

3. Metode Yang Digunakan
 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif artinya prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dan orang-orang atau subyek itu sendiri (Furchan 1992:21).
 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Teknik Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti. Observasi diartikan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidik (Hendrarto 1987:76). Teknik observasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang lebih, diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian, langsung ditempat dimana suatu peristiwa, keadaan dan situasi yang sedang terjadi. Adapun aspek-aspek yang diobservasi dalam penelitian ini adalah: Kondisi fisik SLB BAGASKARA Sragen dan Proses pembelajaran tari bagi anak-anak SLB Bagaskara Sragen. Observasi yang dilakukan untuk mengetahui dan mengamati kegiatan belajar seni tari di lingkungan sekolah dengan menggunakan alat bantu berupa kamera foto dan daftar cek.

Teknik Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 1999:64). Menurut Moleong (1990:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan diwawancarai dan yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pertanyaan dan narasumber Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan pembicaraan informal artinya pertanyaan yang diajukan tergantung pada wawancara dengan mempertimbangkan pokok-pokok yang akan dipertanyakan. Wawancara untuk memperoleh informasi dilaksanakan dengan melihat situasi dan kondisi guru-guru serta karyawan SLB Bagaskara Sragen, sehingga hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancarai berlangsung biasa dan wajar. Pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan pada kepala sekolah, guru-guru, guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali murid, dan siswa SLB Bagaskara Sragen. Wawancara yang dilakukan untuk mengungkap permasalahan yang dibahas yang mendalam antara lain :

a. Wawancara pada Kepala Sekolah
Sejarah berdirinya SLB Bagskara Sragen. Jumlah siswa, guru atau karyawan SLB Bagaskara Sragen. fasilitas yang dimiliki sekolah.
b. Wawancara pada guru tari
Kurikulum yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Prestasi yang pernah diraih. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya dalam bidang tari. Kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi siswa tuna rungu. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.
c. Wawancara pada guru-guru
Hubungan guru dengan siswa. Hubungan siswa dengan siswa. Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu. Tata tertip sekolah.
d. Wawancara pada wali murid
Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang seni tari. Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.
e. Wawancara pada murid
Hubungan siswa dengan siswa. Senangkah dengan pelajaran tari.
Teknik Dokumentasi
Goba dan Lincholn dalam Moleong (1990: 161) menyatakan bahwa teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang berupa pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa seperti sumber tertulis, film,data. Teknik dokumentasi ini dilaksanakan untuk memperoleh data sekunder guna melengkapi data yang belum ada, yang belum diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar pendidikan seni tari berupa satuan pelajaran, daftar siswa, kurikulum, daftar nilai, foto kegiatan di SLB Bagaskara Sragen.

4. HASIL
Kecacatan bukanlah suatu halangan untuk meraih prestasi tetapi justru mendorong dan memacu untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Prestasi yang pernah diraih SLB Bagaskara Sragen selama tiga tahun terakhir di bidang olah raga, patut dibanggakan karena mereka tidak kalah dengan anak-anak normal. Setiap lomba mereka tidak mau kalah, olah raga tenis meja yang paling menonjol dan disegani lawan.
Dalam bidang seni Kabupaten Sragen jarang sekali mengadakan lomba, sehingga SLB Bagaskara Sragen tidak memiliki tropi atau piala yang berhubungan dengan seni, walaupun tidak mempunyai tropi atau piala SLB Bagaskara juga pernah diundang untuk mengisi acara pentas tari dalam rangka hari ulang tahun Pramuka di Pendopo Rumah Dinas Bupati dan di gedung Korpri dalam rangka seminar tentang anak-anak Keberhasilan ini tidak semata-mata dari anak-anak tetapi juga berkat dedikasi guru yang membimbing dengan sabar, dukungan orang tua dan sarana dan prasarana yang sangat mendukung.







JURNAL III
A DEPICTION OF RACIAL INFLICTED PAIN

1. Yang Diteliti
Konflik antar etnis yang terjadi di Malaysia dan akibat yang ditimbulkan.

2. Latar Belakang
Malaysia adalah negara baru dengan masyarakat majemuk yang terdiri dari Melayu, Cina, India dan lainnya etnis minoritas. Negara ini mencapai kemerdekaan dari Inggris tahun 1957 setelah kolonialisme seperti banyak negara lain. Sejarah bangsa ini
dibentuk oleh pengalaman dalam satu atau lain cara. Dari tahun 1957 sampai 1969, negara baru dengan kelompok etnis yang beraneka ragam berjuang untuk menempa dirinya menjadi suatu bangsa. Pada tanggal 13, Mei 1969 terjadi Bentrokan berdarah antar ras. Konflik ras ini mengguncang negara dan bekas kiri sosial strain dan budaya konflik dalam hubungan ras yang masih ada sekarang meskipun telah merdeka selama hampir 53 tahun.
Pada tahun 1998, ada bentrokan rasial di Kampung Rawa di Penang. Pada tanggal 24 Maret 1998, dilaporkan dalam New Straits Times bahwa Pemerintah Negara telah memutuskan untuk barisan dari sebuah kuil Hindu di Jalan Kampung Rawa berikut ketegangan di antara penduduk. Pada tanggal 27 Maret 1998, New Straits Times melaporkan Penang Kapolri mengatakan Officer masalah yang bersangkutan kedekatan sebuah kuil Hindu ke masjid di Kampung Rawa Petani jalan.
Pada tahun 2001, negara itu diguncang oleh kerusuhan rasial di Kampung Medan jalan Klang Lama, Kuala Lumpur. Ketika kerusuhan rasial atau konflik pecah, cepat pemerintah memperkenalkan upaya untuk mendorong kesatuan yang lebih baik antara ras. Misalnya, sekarang Malaysia dapat menikmati `Open House 'selama perayaan utama
perayaan seperti Hari Raya Idul Fitri (Idul Fitri), Tahun Baru Imlek, Deepavali dan Natal.
Ini dilakukan dalam skala besar oleh negara-negara yang dipilih berbeda di Malaysia. Perdana Menteri dan menteri kabinetnya berkumpul bersama dengan orang selama
perayaan. Idenya adalah untuk memungkinkan semua ras dari semua lapisan masyarakat untuk merayakan setiap festival. Mahathir Mohamad dalam sambutannya `Membangun Bangsa Malaysia 'di upacara untuk Peluncuran Program pada Sosialisasi, di Pusat Perdagangan Dunia Putra, Kuala Lumpur, pada 1 Agustus 1988, mengatakan: "Kita tidak dapat menyangkal bahwa Malaysia adalah negara multi-ras. Pihak berwenang tidak memiliki niat memusnahkan identitas dari setiap perlombaan. Semua ras bebas untuk mengabadikan
mereka sendiri identitas di, agama bahasa dan budaya ". Baru-baru ini, pemerintah Malaysia memperkenalkan sebuah slogan baru untuk kesatuan etnis disebut 1 Malaysia. Ini adalah satu lagi ide baru untuk Malaysia kontemporer.
Cerita-cerita dianalisis menggunakan Pluralis Konflik Teori Turki. Nyeri digambarkan dalam cerita pendek sebagai contoh terjadinya konflik. Contoh ini adalah:
• Konflik 1 - perjuangan sedang berlangsung dalam masyarakat yang heterogen (kejahatan dan penyimpangan)
• Konflik 2 - Inter-kelompok perjuangan untuk dominasi dalam politik
• Konflik 3 - reaksi negatif dari satu kelompok sebagai hasil dari diprovokasi oleh orang lain kelompok perilaku, makna kultural, dan signifikansi.

3. HASIL
Isu-isu dalam cerita-cerita merupakan konsekuensi dari masalah antar-ras. ras dikenakan untuk mencintai antar-ras, hubungan, perkenalan tetapi hal jantung tidak mudah terwujud. Ketidakpuasan kefanatikan, rasial dan kecurigaan blur upaya untuk menyatukan ras yang berbeda dalam ikatan perkawinan dan orang-orang yang tidak bersalah menderita sangat. Melayu muda berpendidikan merasa konflik saat mereka menonton mereka tidak berpendidikan orang dirampas kehidupan yang lebih baik dan mereka bertekad untuk melihat orang-orang mereka menarik melalui kemiskinan. Mereka menunjukkan rasa iri dan dengki dari ras lain yang banyak manfaat hidup di negeri ini sementara mereka terus menderita dalam kesulitan. Mereka bercita-cita kehidupan setelah lebih baik dan lebih tinggi pendidikan untuk orang Melayu mereka.
Konflik yang dialami oleh etnis kelompok selama tahun-tahun awal kemerdekaan meniup proporsi ketika mereka aspirasi ekonomi dan sosial terus-menerus tidak terpenuhi. Ada banyak kecurigaan dan kebencian rasial yang benar-benar mengarah pada kerusuhan rasial tahun 1969.Pembangunan bangsa dan nasional identitas terus tak terjangkau dan kabur oleh kekacauan di negara baru. The intensitas konflik dirasakan oleh ras mengancam upaya pembangunan bangsa dan pembentukan identitas. Konflik adalah siklus dan mereka terus eksis di kontemporer Malaysia. Jika tanpa pengawasan, bangsa dan pembentukan identitas terbantahkan akan beresiko. konflik dialami oleh orang-orang dalam panci mencair bukti menawarkan suara ras terkait masalah yang menghalangi pembentukan bangsa dan identitas nasional. Ini sakit ditimbulkan rasial harus diperlakukan sesegera mungkin.



JURNAL IV
POPULATION DYNAMICS IN LATIN AMERICA


1. Yang Diteliti

Dinamika populasi yang terjadi di negara-negara Amerika Latin.



2. Latar Belakang

Amerika Latin mengalami ledakan pertumbuhan penduduk di tengah abad ke-20
sebagai dua tren demografi converged: tingkat kelahiran tinggi dan cepat
penurunan tingkat kematian. Dengan pertumbuhan tahunan mencapai 2,8 persen pada 1960-an, populasi Amerika Latin tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan apapun di kawasan dunia lainnya kecuali Afrika. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, kecepatan pertumbuhan melambat setelah tahun 1970.

Sementara beberapa negara di Latin Amerika menyambut tambahan populasi penduduk sebagai cara untuk membantu mereka yang berada di daerah pedalaman yang jarang penduduknya, sebagian besar dari pertumbuhan terkonsentrasi di
wilayah perkotaan. Penduduk daerah sedang berubah dari yang sangat pedesaan untuk predominantly perkotaan.
Pada tahun 2000, tiga perempat Latin Amerika tinggal di daerah perkotaan, dengan
pertumbuhan yang paling kuat di antara kota menengah daripada kota tua seperti Buenos Aires, Sao Paulo, dan Kota Meksiko. Penduduk Amerika Latin tiga kali lipat antara tahun 1950 dan 2000, meskipun cepat penurunan tingkat kelahiran. Abad ke-21 akan melihat tingkat kelahiran yang lebih rendah dan pertumbuhan lambat.
Di Amerika Utara Banyak yang tidak menyadari demografis etnis besar dan sosial keanekaragaman Amerika Latin atau dari politik yang berbeda dan struktur ekonomi ditemukan di wilayah. Sementara sebagian besar Amerika Latin berbicara Spanyol, misalnya, Bolivia,Ekuador, Guatemala, Meksiko, dan Buletin ini mengkaji Penduduk
utama demografis tren dalam bahasa Latin Amerika selama paruh kedua abad ke-20 dan menyoroti demografis variasi antara Latin American negara. Buletin juga mempertimbangkan hubungan antara demografi dan sosial ekonomi proses di wilayah tersebut. Buletin berfokus pada 18 negara berbahasa-Spanyol mencoba dari Belahan Barat, ditambah Brazil dan Haiti.

Keragaman Etnis dan Ras di Amerika Latin
Amerika Latin adalah campuran dari berbagai bangsa seperti Eropa, Afrika, dan pribumi atau budaya Amerindian, yang mencerminkan tiga kelompok populasi utama yang telah tinggal di sana selama 500 tahun terakhir. Meskipun budaya yang dominan dan struktur politik terutama Eropa, hanya tiga negara-Argentina, Uruguay, dan Kosta Rika-memiliki pre-dominan populasi Eropa. Di negara-negara Amerika Latin lainnya,populasi adalah campuran dari tiga kelompok asli sering digambarkan seperti istilah sebagai mestizo (campuran Amer-
indian dan keturunan Eropa) dan blasteran (campuran Afrika dan Eropa keturunan).Pengaruh Amerindian tersebar di Amerika Selatan. Jutaan Amerindian berbahasa Quechua hidup di negara-negara Andean Selatan Amerika, terutama di Bolivia, Peru, dan Ekuador. Pada tahun 1975, Peru mengadopsi Quechua sebagai bahasa resmi kedua-
(setelah Spanyol), kesaksian pentingnya lanjutan dari adat budaya. Banyak adat
Bolivia, terutama di sekitar Danau Titi- caca, berbicara Aymara. Timur Andes, Paraguay, atau "tempat air besar" dalam bahasa Guarani. Guarani-Paraguay bahasa kedua digunakan secara luas di antara semua kelas sosial. Populasi
reaksi yang diharapkan dari Kolombia dan Venezuela juga cenderung mestizo, namun dengan besar minoritas keturunan Eropa di kota-kota besar dan sejumlah besar kulit hitam dan mulato di sepanjang pantai. Brasil Amerika Latin terbesar dan negara yang paling banyak penduduknya, melainkan juga salah satu yang paling beragam. Pada zaman kolonial, Portugis membawa sejumlah budak Afrika untuk bekerja pada perkebunan tebu di Brasil timur laut.Brazil-ian negara dari Bahía menjadi jantung budaya Afro-Brasil, di mana Euro-Pean dan Afrika agama dan budaya dicampur. budaya Afrika ini tercermin dalam Bahía's seni, musik, agama, dan makanan. Praktek Candomblé, seorang Afro-Brasil agama, adalah sebagai terlihat sebagai praktek Kristen di wilayah tersebut. Amerika Tengah dan Meksiko juga budaya dan ras yang beragam. Populasi meksiko adalah sebagian besar mestizo, namun
masyarakat adat masih berada didataran tinggi pusat, Yucatán penin-sula, dan di selatan dataran tinggi Chiapas dan Oaxaca. Jutaan orang berbicara salah satu indige 20 atau lebih-
bahasa nous masih dituturkan di seluruh Meksiko. Nahuatl, Maya, Mixtec, Zapotec, dan Tarascan antara paling banyak digunakan di negara berbahasa Amerindian.Nahuatl, yang berbahasa kekaisaran Aztek yang dihancurkan oleh penjajah Spanyol di abad ke-16, masih terdengar sampai hari ini di Meksiko di negara bagian Puebla, Veracruz,Hidalgo, dan Guerrero. Kata Inggris seperti tomat, coklat, alpukat, dan coyote berasal dari Nahuatl. Sejumlah besar berbahasa Maya Meksiko tinggal di semenanjung Yucatán dan dataran tinggi Chiapas di selatan Meksiko dan Guatemala. Guatemala suatu populasi yang didominasi Amerindian, terutama di daerah pedesaan. Di Guatemala Amerindian yang mengadopsi kehidupan gaya perkotaan dan berbicara Spanyol dikenal sebagai ladinos-istilah yang sama digunakan untuk perkotaan Guatemala keturunan Eropa.
Sedangkan definisi ras tidak jelas di Amerika Latin,sebenarnya ada perbedaan ekonomi antara beberapa kelompok. Di Guatemala, 87 persen dari penduduk asli tinggal
di bawah garis kemiskinan pada akhir 1990-an,dibandingkan dengan 66 persen dari total populasi Guatemala. Di Meksiko, 82 persen penduduk pribumi miskin,dibandingkan dengan 23 persen dari populasi seluruhnya. Sebuah studi di Brasil menemukan bahwa
setidaknya seperempat dari kulit hitam, mulato,dan masyarakat adat berada di garis kemiskinan. Sementara hanya 13 persen kulit putih dan 8 persen dari Asia berada di kelompok terendah. Sebaliknya, 59 persen dari Asia dan 28 persen kulit putih di Brazil berada di urutan teratas dalam hal pendapatan.

3. Yang Diujikan
Hasil data diuji berdasarkan riset berupa skala dan tabel pertumbuhan penduduk negara-negara Amerika Latin dari tahun ke tahun.





DAFTAR PUSTAKA
1. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:D55Oen9qjFAJ:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18476/5/Chapter%2520I.pdf+skripsi+tentang+konflik+antar+suku.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShZSlKNSp_pMZbz_pz3kFp2RlcAusdXgXFsa_jMwJdVhbu09GhTjwyhogPCBqRNNp3OkczRwLnc6V8M0bd-_okxV-4mYK32gfVCqi5WlNm55X2ylHBitxOHz-DAerFYFFkaevcN&sig=AHIEtbSzHqXTIEyS7kju4zU2W6upXd6Sxg

2. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:qFyLlcABzxkJ:digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0840/4e908b94.dir/doc.pdf+skripsi+tentang+kelompok+anak+tuna+rungu.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESiX3MUcYXF7hf-g_ntlPgbO5wNufVQjySsxYYguYNwC_-kOlWwdDTvAM-n9IJfqYepv8SElFOAYjq9vxgoR-rYfPOzlLpGd-xxqqdVGsnlDQgzSPYjYnWPDS612_h7JK9d4TwkB&sig=AHIEtbSZbvHrSS8xruD1BpdHbYIhqj7QEQ

3. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ie76uvuDgNoJ:www.prb.org/source/58.1populdynamicslatinamer.pdf+conflict+between+afro+america+and+original+america.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESiYpZeUGTBSgRJWYE5fv8tUfrD1bjRiSd997QRD-MXoCAVMh3eqo0cAqk8mPqxFxfPrfu10ge-S1_YpyslMYIF8bTWhs6sfmY-6aNNjMDdTiFHVovHLbOw8f35EVDBLC36K2HD4&sig=AHIEtbQhB7aMl3WqFjhSpoz8t2YUO87uZg

4. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:lvKXSnEqPOIJ:www.inter-disciplinary.net/wp-content/uploads/2010/01/isapaper.pdf+inter-racial+conflict.pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShZXlC6ysI1-2uJzqPH_Y1uiUssjD1syd1P1j54_m3grkxi_MMDnxV81MMEhuBH1T4ry01ZENWPYFR_ws6O5XGmDGt7-LthMNyPuWogXXgKcg2Ln_l3hTeKTFIesLWxvrlEOEOF&sig=AHIEtbQfVazY_Wj6ubb3qKR-ii794mTaeQ








NAMA KELOMPOK

1. Bunga Permata Sary
2. Dhaniar Yenni Astuti
3. Elrida Nurnaningsih
4. Giovvani Aditya Kristiaji
5. Nia Tri Yuniarti

MATA KULIAH

“ Psikologi Kelompok “

Kamis, 07 Oktober 2010

Organisasi Pengajian Kaum Perempuan

Nama Organisasi : Majelis Taklim Nurussa'adah

Pendiri : Hj. Nurussa'adah S.Ag

Jumlah Pengikut : 54 orang

Berdiri Sejak : Bulan Agustus , Tahun 1994


Sejarah terbentuknya pengajian ini dimulai ketika melihat kaum ibu di wilayah perumahan yang sepertinya masih banyak kurang memahami masalah agama, maka tergerak hati untuk mengajak mereka bergabung dalam suatu perkumpulan pengajian yang akhirnya diberi nama "Majelis Taklim Nurussa'adah". Tujuan pengajian ini ialah untuk mengajak kaum ibu memperdalam ilmu agama, dimulai dari mempelajari Alqur'an beserta terjemahannya dan juga membantu kaum ibu jika ada yang belum bisa membaca Alqur'an.

Awalnya pengajian ini hanya beranggotakan 10 orang, tetapi semakin lama semakain bertambah hingga akhirnya beranggotakan 54 orang. Pada pengajian ini, juga diajarkan bagaimana cara kita untuk membantu orang lain dengan ikhlas dan bagaimana cara kita untuk bersedekah.

Alhamdulillah, karena didakannya uang kas pengajian, Majelis Taklim Nurussa'adah ini sudah banyak melakukan kegiatan besosialisasi, seperti mengadakan Kawin masal, Sunat masal, Kunjungan - kunjungan ke Panti jompo dan Panti asuhan.

Untuk mengadakan pengajian ini, biasanya dilakukan seminggu sekali setiap Hari senin, di rumah anggota majelis, tujuannya agar menjalin silahturahmi kepada keluarga majelis.Alhamdulillah sampai saat ini pengajian yang didirikan oleh Hj. Nurussa'adah tercipta hubungan yang sangat baik dan islami.

Minggu, 06 Juni 2010

perbedaan gagap





terdiri atas 2..

(1). Primary Stuttering
penderita gagap, secara tidak sengaja mengulang kata-katanya, bunyi kata-katanya atau kalimatnya.dan penderita gagap tidak berusaha atau tidak memiliki keinginan untuk memperbaikinya serta tidak menunjukkan komunikasi kepada orang lain.

(2). secondary stuttering
Penderita gagap, secara sadar mengerti akan keadaannya, dan penuh prasangka terhadap orang lain, reaksi ini yang mengakibatkan penderita mudah marah dan menyulitkan cara bicaranya, biasanya penderita melakukan hal seperti menggerakan muka atau anggota tubuhnya.

Gagap


Gagap adalah gangguan dalam berbicara atau lambat di dalam berbicara, umumnya muncul antara usia 3-4 tahun dan dapat berkembang menjadi kasus yang kronik apabila tidak ditangani secara akurat.
Gagap dapat secara spontan menghilang pada usia remaja, namun terapi bicara dan bahasa sebaiknya dilakukan sebelumnya.
pada umumnya orang gagap itu normal, hanya saja produksi suara dan penerjemahan kata-kata yang dikeluarkan tidak sempurna.

Jumat, 21 Mei 2010

wawancara lansia




Hasil wawancara pada Lansia


NAMA : Mahroem Siti
TEMPAT LAHIR : 25 november 1925

KETERANGAN
Menikah : Pada tahun 1942
Suami : Amir Lahar
Anak : 7
Cucu : 17
Cicit : 17


Setelah berhasil untuk diwawancarai didapatkan info mengenai Lansia tersebut...



Nenek Mahroem siti, atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan “OMA”, Menikah diumur 17th pada jaman Jepang, beliau menikah dikarenakan takut dijadikan tentara Jepang sebagai wanita penghibur, Saat ini usia beliau sudah 84th. Diusianya yang telah senja ini Oma tidak merasa kesepian seperti Lansia pada umumnya, sebab oma tinggal bersama suami dan anak yang ke lima, Evi. Yang memiliki tiga orang anak, dan salah satu diantaranya mengalami keterbelakangan mental. Oma memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan cucunya yang memiliki keterbelakangan mental tersebut.

Beberapa waktu lalu, oma mengalami kecelakaan (jatuh dalam kamar mandi) yang mengakibatkan pendarahan didaerah kepala dan mengharuskan untuk mendapat perawatan medis khusus berupa jahitan di kepala, dan seminggu yang lalu oma baru saja check up ke rumah sakit untuk melepas jahitan di kepalanya, kondisi fisik oma saat ini dalam keadaan sehat karena beliau cukup menjaga pola makannya, tidak seperti lansia pada umumnya yang sering sakit-sakitan.

Pada tahun 1983 beliau mendapat kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, oma hanya pergi sendiri tanpa suaminya, awalnya oma merasa takut tetapi akhirnya beliau dilindungi oleh sosok pemuda yang tak dikenal. Untuk kesehariannya Oma mengisinya dengan istirahat, beribadah, masak, dan menonton telivisi, oma sangat senang jalan-jalan ke mall untuk membeli belanjaan atau Cuma sekedar melihat-lihat, beliau hobby menulis diary setiap hari sejak tahun 1983 hingga saat ini.
Oma terlihat sebagai orang yang mempunyai deffence mechanism yang cukup kuat, di setiap ceritanya oma selalu mengalihkan subjeknya sebagai orang lain. Sebisa mungkin oma selalu menutupi ceritanya, maka dari itu oma senang menulis buku diary karena beliau memiliki sifat yang introvert. Namun diakhir ceritanya beliau selalu memberikan nasihat-nasihat tentang kehidupan.

Oma bertemu dengan suaminya pada umur 15th, dan itu merupakan cinta pertama, pacar pertama, suami pertama dan terakhir. Mereka telah menikah selama 68th ,dalam berumah tangga oma jarang sekali bertengkar,sesekali mereka bertengkar karena masalah anak, dan perbedaan prinsip dalam mendidik anak, saat oma sudah menjalin hubungan sama opa, oma sempat di cintai oleh orang jepang akan tetapi oma tetap memilih opa sebagai pasangan hidupnya.

Selasa, 11 Mei 2010

cerita-cerita....^_^


"ORANG MUNAFIK"

* apa c orang munafik itu.......?????

Orang munafik itu..adalah orang yang tidak pernah mau mengatakan sejujurnya tentang apa yang ingin ia ucapkan dan tentang apa yang ingin ia peroleh..Orang seperti ini selalu menutupi isi hatinya...jadi tidak heran apabila yang di ucapkannya selalu dilandasi dengan suatu kebohongan besar..

"apa yang diucapkan tidak sesuai dengan isi hatinya"


* apakah Orang Munafik sama dengan Orang Pengkhianat?

"SAMA"

Munafik dan pengkhianat sama saja..
karena, merupakan Orang yang sama-sama dilandasi dengan unsur kebohongan..

Mengapa orang harus menjadi orang yang Munafik?padahal tindakan tersebut jelas-jelas merugikan dirinya sendiri...apalagi bisa juga merugikan orang yang disekitarnya....


"Orang Munafik=Orang Pengganggu"
dapat dikatakan seperti ini,..karena kehadirannya membuat hubungan sosialisasi orang disekitarnya menjadi terganggu..
contohnya : ketika anak-anak kecil sedang bermain ditaman,tiba-tiba datang anak lain,ia diajak oleh anak-anak yang sedang bermain ditaman tapi ia menolak bahwa ia tidak suka bermain ditaman lalu ia berkata "kalian semua disuruh pulang sama ibu kalian"..dan akhirnya anak-anak yang lainnya itu pulang kerumah,,ketika sudah pergi semua ia langsung bermain di taman...

(tindakan ini sama saja mengganggu kesenangan orang lain ketika sedang asik bermain ditaman..dan ia mengungkapkan suatu kebohongan kalau mereka semua dicari oleh ibunya)

anak ini adalah anak yang munafik dan hadir sebagai orang pengganggu......

Jumat, 07 Mei 2010

Lyrik lagu Bunga citra lestari feat Christian Bautista- Tetaplah dihatiku




#BCL
Kekasihku sayangku
ku ingin kau tahu
hati ini kan slalu
menantikan cintamu

Kaulah yang pertama
yang memberi arti cinta
tuk selamanya tetap dihatiku
ingin memelukmu
mendekap hangat cintamu
tuk selamannya tetaplah dihatiku

#CB
Ku beri untukmu
dengan kesungguhanku
tak akan kuberbagi meskipun engkau jauh
kukan selalu merindukanmu
kukan tetap selalu menjagamu
jangan ada kata berpisah

Pegang erat janjiku (janjimu) , yakinkan dihatimu (selalu untukku)
dan takkan ku berpaling
hanya kau satu dihatiku
ku akan selalu disampingmu
tak ku biarkan kau jauh
tuk selamanya ,kau tetap dihatimu

Kaulah yang pertama (yang selamanya)
yang memberi arti cinta (untuk dirimu)
tuk selamanya tetap dihatiku
ingin memelukmu
mendekap hangat cintamu
tuk selamannya (tuk selamanya)

tuk selamannya (tuk selamanya)

tuk selamannya…..

tetaplah dihatiku…


Tuk selamanya…ku Tetap dihatimu……

Lyrik Lagu Tompi_Tak Pernah Setengah Hati





Tak pernah setengah hati
Ku mencintaimu
Ku memiliki dirimu
Setulus-tulusnya jiwa
Ku serahkan semua hanya untukmu

Tak pernah aku niati untuk melukaimu
Atau meninggalkan dirimu
Sesal ku selalu bila tak sengaja
Aku buat kau menangis

Reff
Memiliki mencintai dirimu kasihku
Tak akan pernah membuat diriku menyesal
Sungguh matiku
Hidupku 'kan selalu membutuhkan kamu

Back to Reff 3x

Lyrik Lagu ZIVILIA_AISHITERU(menunggu)



Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku
saat ku harus bersabar dan trus bersabar
menantikan kehadiran dirimu
entah sampai kapan aku harus menunggu
sesuatu yang sangat sulit tuk kujalani
hidup dalam kesendirian sepi tanpamu
kadang kuberpikir cari penggantimu
saat kau jauh disana
ooo…

Reff:
walau raga kita terpisah jauh
namun hati kita selalu dekat
bila kau rindu pejamkan matamu
dan rasakan a a a aku
kekuatan cinta kita takkan pernah rapuh
terhapus ruang dan waktu
percayakan kesetiaan ini
akan tulus a a ai aishiteru

*)
Gelisah sesaat saja tiada kabarmu kucuriga
entah penantianku takkan sia-sia
dan berikan satu jawaban pasti
entah sampai kapan aku harus bertahan
saat kau jauh disana rasa cemburu
merasuk kedalam pikiranku melayang
tak tentu arah tentang dirimu
apakah sama yang kau rasakan

Back to Reff…

Bridge:
saatku sendiri pikiran melayang terbang
perasaan resah gelisah
jalani kenyataan hidup tanpa gairah
o…uo..

Lupakan segala obsesi dan ambisimu
akhiri semuanya cukup sampai disini
dan buktikan pengorbanan cintamu untukku
kumohon kau kembali

Japannese sings
Back to Reff…

Lyrik Lagu Cinta Kita - Shireen Sungkar feat Teuku Wisnu





Inilah aku apa adanya
Yang ingin membuatmu bahagia
Maafkan bila ku tak sempurna
Sesempurna cintaku padamu

Ini cintaku apa adanya
Yang ingin selalu di sampingmu
Kutahu semua tiada yg sempurna
Di bawah kolong langit ini

***
Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini

Reff….
Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan

Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yg telah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya


Back to ***
Reff…

perkembangan kepribadian " Erik H. Erikson"

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan dalam teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya.
Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu :


(1) Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas.
(2) Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “Childhood and Society” tahun 1963, Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetic berasal dari dua suku kata yaitu epi yang artinya “upon” atau sesuatu yang sedang berlangsung, dan genetic yang berarti “emergence” atau kemunculan. Gambaran dari perkembangan cermin mengenai ide dalam setiap tahap lingkaran kehidupan sangat berkaitan dengan waktu, yang mana hal ini sangat dominan dan karena itu muncul , dan akan selalu terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga berakhir pada tahap dewasa, secara keseluruhan akan adanya fungsi/kegunaan kepribadian dari setiap tahap itu sendiri.



Selanjutnya, Erikson berpendapat bahwa tiap tahap psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam setiap komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang harus dipecahkan/diselesaikan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh dari teori Erikson, karena pertumbuhan dan perkembangan antar personal dalam sebuah lingkungan tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.
Erikson percaya “epigenetic principle” akan mengalami kemajuan atau kematangan apabila dengan jelas dapat melihat krisis psikososial yang terjadi dalam lingkaran kehidupan setiap manusia yang sudah dilukiskan dalam bentuk sebuah gambar Di mana gambar tersebut memaparkan tentang delapan tahap perkembangan yang pada umumnya dilalui dan dijalani oleh setiap manusia secara hirarkri seperti anak tangga. Di dalam kotak yang bergaris diagonal menampilkan suatu gambaran mengenai adanya hal-hal yang bermuatan positif dan negatif untuk setiap tahap secara berturut-turut. Periode untuk tiap-tiap krisis, Erikson melukiskan mengenai kondisi yang relatif berkaitan dengan kesehatan psikososial dan cocok dengan sakit yang terjadi dalam kesehatan manusia itu sendiri.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dengan berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa.
Meminjam kata-kata Erikson melalui seorang penulis buku bahwa “apa saja yang tumbuh memiliki sejenis rencana dasar, dan dari rencana dasar ini muncullah bagian-bagian, setiap bagian memiliki waktu masing-masing untuk mekar, sampai semua bagian bersama-sama ikut membentuk suatu keseluruhan yang berfungsi. Oleh karena itu, melalui delapan tahap perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap terdapat maladaption/maladaptif (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi,

selain itu juga terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi dengan pola-pola tertentu dalam setiap tahap perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :

Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.


Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut.


Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.

2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.


Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.


3. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.

Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.

4. Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),

sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.

5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.

Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran.


Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya.
Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.

6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas

sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan.

Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.

8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya



Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

Psikoanalisa

۩ STRUKTUR KEPRIBADIAN
Tersusun dari 3 sistem pokok, yaitu : a. Id
b. Ego
c. Superego
A. Id
Id merupakan sistem kepribadian yang asli, Id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id berisikan yang segala sesuatu secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah dari mana Id mendapatkan energinya. Freud juga menyebut Id “ Kenyataan Psikis yang sebenarnya”, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan obyektif.
Prinsip reduksi tegangan yang merupakan ciri kerja Id disebut Prinsip Kenikmatan (Pleasure Principle) . Untuk melaksanakan tugas menghindari rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan, Id memiliki dua proses. Kedua proses tersebut adalah Tindakan Refleks dan Proses Primer. Tindakan refleks adalah reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip, Tindakan refleks itu biasanya mereduksikan tegangan.Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia berusaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.Misalnya Proses primer menyediakan khayalan tentang makanan kepada orang yang lapar.Pengalaman Halusinatorik dimana objek-objek yang diinginkan ini hadirdalam bentuk gambaran ingatan disebut Pemenuhan Hasrat (Wish-Fulfillment).

B. Ego
Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhab organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan obyektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat di hilangkan.Perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanay mengenal kenyataan subjektif-Jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
Ego dikatakan mengikuti prisip kenyataan dan beroperasi menurut Proses Sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Proses Sekunder adalah berpikir realistik. Orang yang lapar berpikir dimana ia menemukan makanan dan kemudian pergi ketempat itu. Ini disebut Pengujian terhadap Kenyataan (Reality testing).
Ego berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Namun harus diingat, Ego merupakan bagian Id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan Id dan bukan untuk mengecewakannya, dan bahwa seluruh dayanya berasal dari Id.

C. Superego
Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak dan dilaksanakan dengan cara memberikan hadiah-hadiah atau hukuman.
Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, ia mencerminkan yang ideal bukan yang real dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.
Untuk memperoleh hadiah dan menghindari hukuman, anak belajar mengarahkan tingkah lakunya menurut garis-garis yang diletakkan orang tuanya. Apapun juga yang mereka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya akan cenderung untuk menjadi suara hatinya (Conscience), yang merupakan salah satu dari dua subsistem superego. Fungsi pokok superego adalah (1) Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls Seksual dan Agresif, (2) Mendorong Ego untuk menggantikan tujuan realistis dengan tujuan Moralitis, (3) Mengajar kesempurnaan.Jadi Superego cenderung untuk menentang baik Id maupun Ego, dan membuat dunia menurut dunianya sendiri.


۩ DINAMIKA KEPRIBADIAN
Titik hubungan atau Jembatan antara Energi tubuh dan Energi kepribadian adalah Id beserta Insting-instingnya.

Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Insting-insting dilihat sebgai faktor pendorong kepribadian, dengan kata lain insting menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan ditempuh tingkah laku.
Suatu insting mempunyai empat ciri khas yaitu Sumber, Tujuan, Objek, dan Impetus. Sumber telah didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuannya ialah menghilangkan perangsangan jasmaniah. Seluruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya suatu hasrat dan pemenuhannya termasuk dalam Objek. Impetus Insting ialah daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya.




Distribusi dan Penggunaan Energi Psikis
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis didistribusikan serta digunakan oleh Id, Ego dan Superego. Oleh karena jumlah energi itu terbatas maka akan terjadi semacam persaingan dengan menggunakan energi itu.Pada mulanya Id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer, karena ego tidak mempunyai sumber energi sendiri maka ia harus meminjamnya dari Id.Begitu Ego telah menguasai cukup energi, ia dapat menggunakannya untuk maksud lain selain memuaskan insting melalui proses sekunder. Apa yang dikerjakan Superego seringkali tidak selalu bertolak belakang dengan impuls Id.Ego harus mengendalikan baik Id maupun Superego, agar ia mampu mengarahkan kepribadian secara bijak, namun harus memiliki sisa energi untuk menghadapi dunia luar.

Kecemasan
Dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuasakan kebutuhan seseorang lewat transaksi dengan objek di dunia luar. Kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh Ego, maka Ego menjadi diliputi kecemasan.
Freud membedakan tiga macam kecemasan, yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurotik dan kecemasan moral. Tipe pokoknya adalah kecemasan realitas atau rasa takut akan bahaya nyata didunia luar, Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting akan lepas dari kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum.Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati.
Fungsi kecemasan adalah memperingatkan sang pribadi akan adanya bahaya, ia merupakan isyarat bagi Ego bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu akan meningkat sampai Ego dikalahkan. Kecemasan adalahsuatu keadaan tegangan, ia merupakan suatu dorongan seperti lapar dan seks, hanya saja ia tidak timbul dari kondisi jaringan didalam tubuh melainkan timbul dari sebab-sebab dari luar.




۩ MEKANISME-MEKANISME PERTAHANAN EGO

1. Represi
Freud menggantikan topografi jiwa berupa Kesadaran, Pra-kesadaran dan Ketidaksadaran dengan konsep struktural berupa Id, Ego dan Superego karena represi dan apa yang direpsesikan tidak mungkin berada dalam sistem yang sama. Ia menempatkan Represi pada Ego dan apa yang direpresikan pada Id.

2. Proyeksi
Proyeksi seringkali melayani tujuan rangkap. Ia mereduksikan kecemasan dengan cara menggantikan suatu bahaya yang besar dengan bahaya yang lebih ringan dan memungkinkan orang yang melakukan proyeksi mengungkapkan impul-impulsnya denga berkedok mempertahankan diri dari musuhnya.

3. Pembentukan Reaksi
Tindakan defensif ini berupa menggantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadaran.Biasanya pembentukan reaksi ditandai oleh sifat serba berlebihan, Orang protes terlalu banyak dan serba Kompulsif. Kadang-kadang pembentukan reaksi itu berhasil memuaskan impuls asli yang dilindunginya.

4. Fiksasi dan Regresi
Suatu tipe pertahanan yang berhubungan erat dengan Fiksasi adalah Regresi. Disini, seseorang yang mendapatkan pengalaman traumatik kembali ke suatu tahap perkembangan yang lebih awal, orang-orang cenderung mundur ke tahap sebelumnya. Pada umumnya Fiksasi dan Regresi merupakan keadaan relatif, ini juga menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengembangan kepribadian.




۩ TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

1. Tahap Oral
Sumber kenikmatan utama bayi melibatkan aktifitas berorientasi mulut (menghisap dan menelan). Freuda berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling Ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.

2. Tahap Anal
Anak mendapatkan kepuasan sensual dengan menahan atau melepaskan Feces. Zona kepuasannya adalah daerah anal dan Toilet training merupakan aktifitas penting. Sifat-sifat kperibadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.

3. Tahap Phalik
Anak menjadi lengket dengan orang tua dari jenis kelamin berlainan dan kemudian mengidentifikasikannya dengan orang tua berjenis kelamin sama. Superego berkembang. Zona kepuasannya bergeser ke daerah Genital

4. Tahap Latency
Masa yang relatif tenang diantara tahapan-tahapan yang lebih bergelora..

5 Tahap Genital
Masa yang relatif tenang diantara tahapan-tahapan yang lebih bergelora. Fungsi biologis pokok dari tahap Genital ialah reproduksi, aspek-aspek Psikologis membantu mencapai tujuan ini dengan memberikan stabilitas dan keamanan samapai batas tertentu.






۩ METODE PENELITIAN
Asosiasi bebas dan Analisis Mimpi,
Pada pokoknya, metode Asosiasi bebas menuntut pasien mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, tak peduli betapa memalukan atau tak pantas kedengarannya. Metode Asosiasi bebas tidak berhenti pada asal-usul simtom-simtom, metode ini menuntut pasien bercerita tentang segala sesuatu dan apa saja yang terjadi pada dirinya dengan leluasa dan tanpa arti. Peranan ahli terapi untuk sebagian besar adalah pasif. Ahli terapi duduk dan mendengarkan. Untuk menjaga agar pengaruh gangguan yang datang dari luar tetap minimal, biasanya pasien disuruh berbaring diatas dipan dalam ruangan yang tenang.
Freud mengamati bahwa apabila syarat-syarat ini dipenuhi, maka akhirnya pasien mulai menceritakan ingatan-ingatan tentang pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awalnya. Ingatan-ingatan ini memberikan kepada Freud pemahaman real tangan pertama tentang pembentukan struktur kepribadian dan perkembangan selanjutnya.
Analisis mimpi bukanlah suatu metode yang terpisah dari metode asosiasi bebas, analisis itu merupakan konsekuensi wajar dari instruksi kepada para pasien agar mereka berbicara tentang segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya. Freud menyadari bahwa mimpi-mimpi yang dilaporkan dan Asosiasi bebas yang mengiringnya, merupakan sumber informasi yang kaya tentang dinamika kepribadian manusia. Dengan membiarkan para pasiennya berasosiasi bebas terhadap mimpinya, Freud mampu menerobos ke wilayah-wilayah jiwa manusia yang paling tersembunyi dan menemukan lapisan paling dasar dari kepribadian.



۩ SUMBER
Dr.A.Supratiknya.Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta:
Kanisius.,1993.

Senin, 19 April 2010

Perbedaan Anak Asperger dengan Anak Autis


Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya. Namun gangguan pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan istilah ”High-fuctioning autism”. Hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya.

Kemampuan bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme. Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan berbibicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin.